Lanjut FGD Kedua, Koalisi Prima ajak stakeholder Bahas Kebijakan Kesehatan Reproduksi Inklusif
- hwdimedia
- 24 Sep
- 2 menit membaca

Jakarta, 29 Juli 2025 – Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) melanjutkan Focus Group Discussion (FGD) tanggal 17 Maret 2025 dengan menggelar FGD yang kedua bertema kebijakan kesehatan reproduksi bagi perempuan penyandang disabilitas. Kegiatan yang berlangsung di Swiss-Bell Residence Kalibata, Jakarta Selatan ini merupakan bagian dari inisiatif Koalisi PRIMA (Peningkatan Representasi dan Inklusi Perempuan dalam Anggaran), yang didukung oleh International Budget Partnership (IBP).
Ketua II HWDI Bidang Advokasi dan Peningkatan Kesadaran, Rina Prasarani membuka Focus Group Discussion kedua ini dan dilanjut dengan sambutan Salbiyah, Senior Program Coordinator dari IBP Indonesia yang menyampaikan dukungan penuh terhadap langkah advokasi HWDI dan mitra Koalisi Prima dalam memperjuangkan keadilan anggaran dan akses layanan kesehatan yang setara.
FGD ini digelar sebagai tindak lanjut atas keprihatinan terhadap Peraturan Menteri Kesehatan No. 2 Tahun 2025 yang belum sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan perempuan penyandang disabilitas. Dalam regulasi tersebut, perempuan disabilitas masih digolongkan dalam kategori "kondisi khusus" bersama tahanan dan warga binaan, yang berpotensi memperkuat stigma dan diskriminasi dalam akses layanan kesehatan.
HWDI menyediakan wadah Zoom bagi peserta yang juga ingin terlibat diskusi di FGD Kedua ini. Walaupun melalui platform online, peserta dari berbagai daerah turut aktif dan berkontribusi memberikan pandangan mereka masing-masing.

FGD dipandu oleh Maulani A. Rotinsulu, Ketua Dewan Pertimbangan HWDI sekaligus Koordinator Pokja Disabilitas. Juga menghadirkan narasumber utama Fajri Nursyamsi dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), yang memaparkan usulan pedoman teknis penyelenggaraan pelayanan kesehatan reproduksi bagi perempuan penyandang disabilitas di layanan primer. Hal ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi layanan kesehatan yang lebih inklusif dan berbasis hak asasi manusia.
Hadir pula dalam FGD kedua ini Bambang Purwanto, perwakilan dari Direktorat Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan, Kementerian Kesehatan RI, yang turut memberikan wacana tim kerjanya mengenai arah kebijakan layanan kesehatan inklusif. Selain itu, perwakilan dari Direktorat Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, serta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga berpartisipasi aktif dalam diskusi.
Selain pemaparan dari narasumber, sesi diskusi juga diisi dengan masukan dan rekomendasi dari perwakilan ragam organisasi penyandang disabilitas. Mereka menyoroti hasil kerja daripada stakeholder yang memang masih banyak kekurangan. Hal ini mempengaruhi pada kesehatan reproduksi perempuan disabilitas juga dikarenakan aksesibilitas yang belum memadai dan petugas kesehatan yang jauh dari kata “ramah” disabilitas

“Ini juga penting bahwa masih banyak oknum panti yang menampung teman-teman Penyandang Disabilitas Psikososial yang melakukan pemaksaan pemakaian alat kontrasepsi ” ujar Ira Askarina dari Perhimpunan Jiwa Sehat. Hal ini menjadi testimoni nyata bahwa pentingnya arah kebijakan pemerintah dalam upaya kesehatan reproduksi terhadap penyandang disabilitas.
FGD ini menghasilkan sejumlah rekomendasi kebijakan dan rencana tindak lanjut (RTL), termasuk penyusunan policy brief dan finalisasi pedoman teknis pelayanan kesehatan reproduksi bagi perempuan disabilitas sebagai bahan advokasi lintas sektor.



Komentar